Senin, 09 Agustus 2010

SEJARAH SUNAN BONANG

SUNAN BONANG

Sunan Bonang itu namanya adalah Raden Makdum Ibrohim. Beliau adalah putra Raden Rahmat Sunan Ampel dengan istri peertama yaitu Dewi Candrawati, dalam sumber lain disebut sebagai Nyai Ageng Manila. Dewi Candrawati adalah putrid Prabu Brawijaya Kertabumi. Dengan demikian Sunan Ampel dan Sunan Bonang itu masih ada hubungan dengan Keluarga Besar Kerajaan Majapahit.
Seperti telah disebutkan di halaman depan, Raden Makdum Ibrahim sesudah selesai belajar pada Sunan Ampel di Surabaya maka bersama Raden Paku Beliau meneruskan pelajarannya ke Samudra Pasai. Disana belaiau berguru pada Syeh Maulana Ishak (Paman Sunan Ampel) dan beberapa ulama besar ahli tasawwuf berasal dari Baghdad dan Iran. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam atau Ilmu Tauhid
Sekembalinya Raden Makdum Ibrahim ke Tanah Jawa maka beliau berda’wah di daerah Tuban. Caranya berda’wah cukup unik dan bijaksana. Beliau dapat mengambil hati rakyat agar mau dating ke Masjid. Belaiau menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat. Dan beliau sangat ahli dalam membunyikan permainan gending yang disebut Bonang, itu sebabnya rakyat Tuban kemudian mengenalnya sebagai Sunan Bonang.
Bila beliau membunyikan Bonang rakyat yang mendengar seperti terkena pesona gaib, tanpa sadar mereka melangkah kea rah Masjid. Mereka ingin melihat dan mendengar suara tembang dan suara Bonang dari dekat. Sunan Bonang yang cerdik sudah memperhitungkan hal itu, maka beliau sudah menyiapkan kolam di depan Masjid. Siapa yang mau masuk Masjid harus membasuh kakinya.
Bila mereka sudah berkumpul di dalam Masjid maka Sunan Bonang mengajari mereka tembang-tembang yang berisikan ajaran Islam. Pulangnya mereka hafalkan di rumah masing-masing. Sanak keluarga mereka turut menyanyikan tembang-tembang itu kat\rena tertarik akan keindahan dan kemerduan lagunya.
Demikianlah cara Sunan Vonang berda’wah, sedikit demi sedikit merebut simpati rakyat baru menanamkan pengertian yang sesunggun\hnya tentang Islam. Dengan cara itu maka Islam segera terseba luas dikalangan penduduk Tuban dan sekitanrnya, seperti di daerah Bawean, Jepara, Madura dan lain-lainnya, Sunan Bonang juga mendirikan PEsantren, murid-muridnya berdatangan dari segala penjuru.
Namanya makin hari makin terkenal sehingga ada seorang Brahmana Sakri yang merasa iri. Brahmana itu kemudian berlayar menuju Tuban, Namin belim sampai di Pantai Tuban perahunya dihantam badar sehingga dia hanyut terbawa arus air laut, kitab-kitabnya yang berisi ilmu gaib, yang sedianya hendak dihadikan acuanuntuk mendebat SunanBonang ikut tenggelam kedalam laut. Brahmana itu sendiri pingsan setelah sadar, dia mendapat dirinya berada ditepi pantai.
Brahmana tersebut celingukan kesana kemari, tiba-tiba dia melihat seorang lelaki tua berjubah putih berjalan di tepi pantai. Setelah dekat, Brahmana itu bertanya kepada lelaki berjubah putih, “ Ssaya hendak mencari Sinan Bonang, “ jawab sang brahmana. “ ada keperluan apa Tuan mencarinya?”
“ Saya akan menanyangnya adu kesaktian, adu ilmu gaib, “ kata sang Brahmana.” Tapi sayang kitab-kitab saya yang berisi catatab ilmu gaib telah tenggelam ke dasar samudra”.
Lelaki yang berjubah putih tersebut mencabut tongkatnya. Dari dalam lubang bekas tancapan tongkat itu keluar air jernih dengan derasnya, sang brahmana kager, karena air tersebut membawa kitab-kitab yang tenggelam di dasar laut. “Bukankah itu kitab yang kau bawa dari rumahmu?” Tanya lelaki berjubah putih. “ Beb…..benar. itu adalah kitabn-kitab saya……” ujar sang Brahmana.
Brahmana itu segera berpikir betapa tinggi ilmu lelaki berjubah putih itu. Dapat menyedot kitab-kitab yang tenggelam di dasar laut hanya dengan tongkat butunya. Seratus orang Brahmana semacam dia belum tentu dapat melakukan hal itu. Akhirnya Brahmana itu sadar, siapa lagi yang mempunyai kesaktian sedemikian tinggi selain Sunan Bonang sendiri. Maka serta merta dai berjongkok, tunduk takluk dihadapan Sunan Bonang. Dan akhirnya menjadi murid Sunan Bonang.
Tempat air yang memancar itu hingga sekarang masih ada. Dan dinamakan Sumur Srumbung. Namun karena pantai Tuban selama ratusan tahun dikikis oleh air laur maka Sumur Srumbung iru sekarang berada agak ketengah laut. Walaupun letaknya di tengah laut Sumur itu airnya tetap jernih dan rasanya segar. Inilah keajaiban yang diciptakan wali.
Sunan Bonang kalau berda’wah sering keliling, hingga wafanya beliau sedang berda’wah di Pulau Bawean. Oleh murid-muridnya yang berada di Tuban jenazah Sunan Bonang diminta untuk dimakamkan di Tuban tapi oleh murid-muridnya yang berada di Bawean tidak boleh, mereka menghendaki jenazah Sunan Bonang dikuburkan di Pulau Bawean.
Malam harinya, murid-murid Sunan Bonang yang berada di Tuban bergerak di Pulau Bawean. Penjaga jenazah Sunan Bonang disirep dengan ilmu gaib. Lalu jenazah Sunan Bonang dilarikan dengan perahu ke Tuban dimakamkan di sebelah Masjid Agung Tuban. Anehnya, dipulau Bawean jenazah Sunan Bonang itu masih ada. Hanya kain kafannya tinggal satu. Sedang jenazah Sunan Bonang yang ada di Tuban juga tinggal satu. Dengan demikian kuburan Sunan Bonang ada dua tempat.

1. Dibarat Masjid Sunan Bonang Tuban
2. Dikampung Tegal Gubuk ( Barat Tambak Bawean)

Demikian selintas riwayat Sunan Bonang, salah seorang anggota Wali Songo. Semoga Allah menaikkan derajatnya digolongan para Aulia Muqorrobin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar